Beranda | Artikel
Mengenal Maqasid asy-Syariah (Bag. 02)
Kamis, 1 Oktober 2020

Cara Memahami Kasus Muamalah Kontemporer (Bagian 01)

Ustadz Ammi Nur Baits, S.T., B.A.

Bismillah was shalatu was salamu ‘ala Rasulillah, wa ba’du,

Pada artikel sebelumnya, kita telah mengenal beberapa bentuk maqasid syariah. Di bagian ini, kita akan membahas 3 penjagaan syariat terhadap 3 hal: menjaga akal, menjaga keturunan, dan menjaga harta.

Ketiga, Menjaga Akal

Akal merupakan kelebihan yang menjadi pembeda antara manusia dengan makhluk kasat mata lainnya. Dengan kelebihan akal, Allah berikan beban syariat kepada manusia. Allah berfirman,

إِنَّا عَرَضْنَا الْأَمَانَةَ عَلَى السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَالْجِبَالِ فَأَبَيْنَ أَنْ يَحْمِلْنَهَا وَأَشْفَقْنَ مِنْهَا وَحَمَلَهَا الْإِنْسَانُ

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit, bumi dan gunung-gunung, maka semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir akan mengkhianatinya, dan dipikullah amanat itu oleh manusia.” (QS. al-Ahzab: 72).

Dengan sebab manusia harus mengemban amanah, Allah berikan kepada mereka modal akal. Karena itu, agama melindungi akal sebagaimana melindungi nyawa. Diantara upaya syariat dalam rangka melindungi akal,

[1] Allah membimbing akal dengan mengajaknya memikirkan hal bermanfaat, seperti merenungkan ayat-ayatNya, baik ayat kauniyah maupun syar’iyah.

Allah berfirman,

أَوَلَمْ يَنْظُرُوا فِي مَلَكُوتِ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ وَمَا خَلَقَ اللهُ مِنْ شَيْءٍ وَأَنْ عَسَىٰ أَن يَكُونَ قَدِ اقْتَرَبَ أَجَلُهُمْ ۖ فَبِأَيِّ حَدِيثٍ بَعْدَهُ يُؤْمِنُونَ

“Apakah mereka tidak memperhatikan kerajaan langit dan bumi dan segala sesuatu yang diciptakan Allah, dan kemungkinan telah dekatnya kebinasaan mereka? Maka kepada berita manakah lagi mereka akan beriman sesudah Al Quran itu?.” (QS. al-A’raf: 185)

Allah juga berfirman,

أَفَلَا يَتَدَبَّرُونَ الْقُرْآَنَ أَمْ عَلَى قُلُوبٍ أَقْفَالُهَا

“Apakah mereka tidak memperhatikan al-Quran ataukah hati mereka terkunci?” (QS. Muhammad: 24)

Karena itu, kita diminta untuk banyak belajar dan memohon tambahan ilmu. Allah berfirman,

وَقُلْ رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا

“Katakanlah: Ya Rabku, tambahkanlah ilmu untukku..” (QS. Taha: 114)

[2] Syariat menjunjung tinggi akal dengan lebih memuliakan orang yang menggunakan akal.

Allah berfirman,

قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

Katakanlah: “Apakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya hanya orang yang berakal yang dapat menerima pelajaran. (QS. az-Zumar: 9).

[3] Menjaga akal agar tidak terpengaruh keyakinan tahayul, khurafat, dan segala yang tidak masuk akal.

Allah berfirman,

وَيَعْبُدُونَ مِنْ دُونِ اللهِ مَا لَا يَضُرُّهُمْ وَلَا يَنْفَعُهُمْ وَيَقُولُونَ هَؤُلَاءِ شُفَعَاؤُنَا عِنْدَ اللهِ قُلْ أَتُنَبِّئُونَ اللهَ بِمَا لَا يَعْلَمُ فِي السَّمَاوَاتِ وَلَا فِي الْأَرْضِ

” Mereka menyembah selain daripada Allah apa yang tidak dapat mendatangkan kemudharatan kepada mereka dan tidak (pula) kemanfaatan, dan mereka berkata: “Mereka itu adalah pemberi syafa’at kepada kami di sisi Allah”. Katakanlah: “Apakah kamu mengabarkan kepada Allah apa yang tidak diketahui-Nya baik di langit dan tidak (pula) di bumi?” (QS. Yunus: 18)

Maksud ayat,

Dari mana kalian tahu bahwa jika mau berdoa harus melalui tuhan-tuhan yang tidak berguna itu? Sementara Allah sendiri tidak mengetahui di dunia ini ada seperti itu, di mana akalmu??

 [4] Menjaga akal jangan sampai dirusak dengan pikiran kotor, angan-angan kosong, dan semua yang bisa mengganggu kualitas akal manusia.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang zina hati. Beliau juga melarang panjang angan-angan untuk urusan dunia. Seperti angan-angan yang mustahil, diantara yang Allah singgung dalam al-Quran adalah angan-angan wanita untuk menjadi lelaki, agar bisa mendapat jatah warisan yang lebih banyak atau mendapat kelebihan yang lebih banyak.

Allah berfirman,

وَلَا تَتَمَنَّوْا مَا فَضَّلَ اللهُ بِهِ بَعْضَكُمْ عَلَى بَعْضٍ لِلرِّجَالِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبُوا وَلِلنِّسَاءِ نَصِيبٌ مِمَّا اكْتَسَبْنَ

“Janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan Allah kepada sebagian kamu lebih banyak dari sebagian yang lain. (Karena) bagi orang laki-laki ada bagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun) ada bagian dari apa yang mereka usahakan..” (QS. an-Nisa: 32).

Semisal dengan ini, ketika orang menonton film superhero, sebagian orang berangan-angan bisa menjadi seperti mereka. Menjadi superman, batman, ironman, atau yang lainnya.

[5] Islam juga menjaga fisik akal, dengan melarang mengkonsumsi setiap makanan atau minuman yang bisa merusak akal, seperti khamr dan semua turunannya.

Bahkan siapa yang melanggar bagian ini, dengan minum khamr atau mengkonsumsi obat-obatan yang merusak akal, dia berhak untuk mendapatkan hukuman.

Allah berfirman,

يَسْأَلُونَكَ عَنِ الْخَمْرِ وَالْمَيْسِرِ قُلْ فِيهِمَا إِثْمٌ كَبِيرٌ وَمَنَافِعُ لِلنَّاسِ وَإِثْمُهُمَا أَكْبَرُ مِنْ نَفْعِهِمَا

“Mereka bertanya kepadamu tentang khamr dan judi. Katakanlah: “Pada keduanya terdapat dosa yang besar dan beberapa manfaat bagi manusia, tetapi dosa keduanya lebih besar dari manfaatnya.” (QS. al-Baqarah: 219)

Keempat, Menjaga keturunan dan kehormatan

Maksudnya menjaga kelestarian manusia di muka bumi ini, dengan status sebagai manusia. Dalam arti, mereka memiliki nasab yang jelas. Kelestarian yang bernasab, itulah yang membedakan antara manusia dengan binatang.

Diantara upaya syariat dalam melindungi keturunan dan kehormatan,

[1] Perintah untuk menikah

Allah jadikan ini sebagai cara yang sesuai fitrah yang suci untuk menyalurkan syahwat. Di surat an-Nisa ayat 23 – 24, Allah menjelaskan siapa saja wanita yang haram untuk dinikahi dan yang halal untuk dinikahi, serta bagaimana aturan dalam pernikahan. Lalu di ayat 25 Allah menyebutkan solusi bagi mereka yang tidak mampu menikah karena masalah ekonomi. Kemudian di 3 ayat berikutnya, Allah menjelaskan hikmah dari semua itu,

يُرِيدُ اللهُ لِيُبَيِّنَ لَكُمْ وَيَهْدِيَكُمْ سُنَنَ الَّذِينَ مِنْ قَبْلِكُمْ وَيَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَاللهُ عَلِيمٌ حَكِيمٌ .٢٦

“Allah hendak menerangkan (hukum syari’at-Nya) kepadamu, dan menunjukimu kepada jalan-jalan orang yang sebelum kamu (para nabi dan shalihin) dan (hendak) menerima taubatmu. Dan Allah Maha Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”(QS.an-Nisa’:26)

وَاللهُ يُرِيدُ أَنْ يَتُوبَ عَلَيْكُمْ وَيُرِيدُ الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الشَّهَوَاتِ أَنْ تَمِيلُوا مَيْلًا عَظِيمًا .٢٧

“Dan Allah hendak menerima taubatmu, sedang orang-orang yang mengikuti hawa nafsunya bermaksud supaya kamu berpaling sejauh-jauhnya (dari kebenaran).” (QS. an-Nisa’:27)

يُرِيدُ اللهُ أَنْ يُخَفِّفَ عَنْكُمْ وَخُلِقَ الْإِنْسَانُ ضَعِيفًا .٢٨

“Allah hendak memberikan keringanan kepadamu, dan manusia dijadikan bersifat lemah.” (QS. an-Nisa’: 28)

Penjelasan tentang syariat menikah dan bagaimana penyaluran syahwat yang benar adalah petunjuk dari Allah yang sesuai dengan jalan para nabi dan orang soleh di masa silam. Sementara orang yang tidak mau mengikuti jalan ini, hakekatnya hanya ingin melampiaskan syahwatnya.  

[2] Allah juga memerintahkan untuk memperbanyak keturunan

Disamping Allah mengajarkan syariat pernikahan, Allah juga syariatkan agar mengupayakan terwujudnya keturunan atau memperbanyak anak. Allah berfirman, menjelaskan tentang aturan ketika malam hari di bulan puasa,

فَالآنَ بَاشِرُوهُنَّ وَابْتَغُوا مَا كَتَبَ اللهُ لَكُمْ

“…maka sekarang campurilah mereka dan carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu…” (QS. al-Baqarah: 187)

Allah membolehkan kalian untuk melakukan hubungan badan di malam Ramadhan. Dan makna: ‘carilah apa yang telah ditetapkan Allah untukmu’ adalah carilah anak dari hasil hubungan badan kamu.

[3] Syariat melarang keras semua tindakan yang bisa merusak kehormatan

Syariat mengharamkan zina, dan memberikan hukuman keras bagi pelakunya. Karena ini merusak tata sosial di masyarakat. Syariat juga mengharamkan menuduh orang lain berzina. Karena memicu timbulnya keresahan di tengah masyarakat yang menodai kehormatan mereka.

Semua ini Allah jelaskan dengan rinci di awal surat an-Nur.

[4] Syariat juga mengajarkan kesadaran terhadap jenis kelamin

Syariat mengajarkan prinsip bahwa lelaki dan wanita itu berbeda. Allah berfirman,

وَلَيْسَ الذَّكَرُ كَالْأُنْثَى

“Lelaki tidak sama dengan wanita.” (QS. Ali Imran: 36)

Menyamakan lelaki dengan wanita, berarti bertentangan dengan fitrah manusia.

Syariat juga mengatur pergaulan dan interaksi antar-lawan jenis.

Syariat juga melarang lelaki yang meniru wanita, atau wanita meniru lelaki.

Dalam hadis dari Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘anhuma, beliau mengatakan,

لَعَنَ اللهُ الْمُتَشَبِّهِينَ مِنَ الرِّجَالِ بِالنِّسَاءِ ، وَالْمُتَشَبِّهَاتِ مِنَ النِّسَاءِ بِالرِّجَالِ

“Allah melaknat laki-laki yang menyerupai wanita, begitu pula wanita yang menyerupai laki-laki” (HR. Ahmad 3151 dan dishahihkan Syuaib al-Arnauth).

Kelima, Menjaga harta

Harta dibutuhkan oleh setiap hamba untuk mempertahankan kehidupannya. Dengan bekal harta, manusia bisa makan, berpakaian, melakukan aktivitas yang dia inginkan, dan termasuk beristirahat.

Untuk menjaga harta, syariat menetapkan beberapa aturan,

[1] Perintah untuk mencari penghasilan

Agar seorang hamba bisa mandiri dan tidak menggantungkan kepada orang lain.

Allah berfirman,

فَإِذَا قُضِيَتِ الصَّلَاةُ فَانْتَشِرُوا فِي الْأَرْضِ وَابْتَغُوا مِنْ فَضْلِ اللهِ

“Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah…” (QS. al-Jumu’ah: 10)

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga memotivasi kita untuk mandiri, dengan bekerja dan tidak menggantungkan diri kepada orang lain.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَا أَكَلَ أَحَدٌ طَعَامًا قَطُّ خَيْرًا مِنْ أَنْ يَأْكُلَ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ ، وَإِنَّ نَبِىَّ اللهِ دَاوُدَ – عَلَيْهِ السَّلاَمُ – كَانَ يَأْكُلُ مِنْ عَمَلِ يَدِهِ

Tidak ada penghasilan yang lebih baik yang dikonsumsi seseorang, melebihi hasil dari kerja tangannya sendiri. Sesungguhnya Nabiullah Daud – alaihis salam – makan dari hasil kerja tangannya sendiri. (HR. Bukhari 2072) 

[2] Agar tidak terjadi silang kepentingan dan hak orang lain dalam mencari harta, syariat menetapkan aturan mengenai tata cara bertransaksi.

Allah berfirman,

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا لَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ إِلَّا أَنْ تَكُونَ تِجَارَةً عَنْ تَرَاضٍ مِنْكُمْ

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan saling ridha di antara kalian..” (QS. an-Nisa: 29).

Dan semua aturan yang berlaku dalam fiqh muamalah, merupakan turunan dari prinsip ini.

[3] Setelah mendapatkan harta, syariat mengatur penggunaannya.

Di sana ada larangan boros, ada larangan melakukan tabdzir, dan larangan menggunakan harta tidak sesuai aturan. Orang yang tidak bisa menggunakan harta dengan baik, Allah menyebutnya sebagai orang bodoh.

Allah berfirman,

وَلَا تُؤْتُوا السُّفَهَاءَ أَمْوَالَكُمُ الَّتِي جَعَلَ اللهُ لَكُمْ قِيَامًا وَارْزُقُوهُمْ فِيهَا

“Janganlah kamu serahkan kepada orang-orang yang belum sempurna akalnya, harta (mereka yang ada dalam kekuasaanmu) yang dijadikan Allah sebagai pokok kehidupan. Berilah mereka belanja…” (QS. an-Nisa: 5)

Karena itulah, orang yang memiliki harta, namun tidak bisa menggunakan harta dengan baik, Allah perintahkan agar saudaranya yang menjaga harta itu, dan pemiliknya dikasih sedikit demi sedikit sesuai kebutuhannya.

[4] Syariat juga menekankan pengembangan harta secara fisik maupun non-fisik.

Secara fisik dilakukan dalam bentuk kerja sama bisnis, sehingga bisa mengembangkan potensi umat. Dalam hadis dari Jabir bin Abdillah radhiyallahu ‘anhuma, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ كَانَتْ لَهُ أَرْضٌ فَلْيَزْرَعْهَا فَإِنْ لَمْ يَزْرَعْهَا فَلْيُزْرِعْهَا أَخَاهُ

“Siapa yang memiliki tanah, hendaknya dia kelola (dengan ditanami). Jika dia tidak mampu untuk mengelolanya, berikan kesempatan bagi saudaranya.” (HR. Muslim 3998).

Ada banyak pendapat para ulama mengenai makna hadis ini. Dan diantara  pelajaran yang bisa kita ambil, hendaknya seorang muslim memaksimalkan potensi yang dia miliki. Tidak hanya yang berupa tanah seperti yang disebutkan dalam hadis, termasuk potensi yang lainnya, terutama harta.

Demikian pula mengembangkan harta secara non fisik, dengan sedekah dan zakat.

Allah berfirman,

وَمَا آَتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللهِ فَأُولَئِكَ هُمُ الْمُضْعِفُونَ

“Dan apa yang kamu berikan berupa zakat yang kamu maksudkan untuk mencapai keridhaan Allah, maka (yang berbuat demikian) itulah orang-orang yang melipat gandakan (pahalanya).” (QS. ar-Rum: 39)

[5] Syariat melarang keras mendzalimi harta orang lain. Bahkan syariat menyediakan hukuman bagi orang yang mencuri. Dalam rangka untuk menjaga keamanan harta di masyarakat.

Allah berfirman,

وَالسَّارِقُ وَالسَّارِقَةُ فَاقْطَعُوا أَيْدِيَهُمَا جَزَاءً بِمَا كَسَبَا نَكَالًا مِنَ اللهِ وَاللهُ عَزِيزٌ حَكِيمٌ

“Laki-laki yang mencuri dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai) pembalasan bagi apa yang mereka kerjakan dan sebagai siksaan dari Allah. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (QS. al-Maidah: 38)

Demikian,

Allahu a’lam

Sumber: [https://www.alukah.net/sharia/0/94949/]

Penulis: Ammi Nur Baits, S.T., B.A.


Artikel asli: https://pengusahamuslim.com/7275-mengenal-maqasid-asy-syariah-bag-02.html